Di dalam Al-Quran Allah berfirman:
Katakanlah: “Dan sesungguhnya inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertakwa.” (Al-An’am, 6:153)
Bagaimana cara kita berbicara tentang jalan Allah ini? Maka Allah-lah yang memberitahukan kepada kita caranya, sesuai dengan firman-Nya:
“Tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang Engkau murkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat. (Al-Fatihah, 1:6-7)
Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, mereka-lah para Nabi, para Shiddiqin, para Syuhada, dan para Sholihin.
Sesungguhnya Allah telah mengumpulkan manusia di jalan-Nya, lewat makhluk yang paling dicintai-Nya, yakni Baginda Nabi Muhammad saw. Dalam Quran disebutkan:
“Katakanlah, Ini adalah jalanku.” (Yusuf, 12:108) Maksudnya, Wahai Rasulullah SAW katakan kepada umatmu: Inilah jalanku, thariqohku. “Aku mengajak ke (JALAN) ALLAH dengan kebenaran yang nyata.” (Yusuf, 12:108)
Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi dalam simtudduror berkata:
Adapun Nabi SAW setelah kepadanya wahyu suci diturunkan, segera bertindak memikul beban dakwah dan tabligh, menyeru manusia ke JALAN ALLAH dengan penuh kesadaran; Yang diikuti dengan tulus dan patuh oleh mereka yang berpikiran terang di antara kaum Muhajirin dan Anshor yang beroleh kehormatan tertinggi mendahului yang lain memenuhi seruan ini, sesuai yang tercantum dalam takdir Ilahi.
Dan dengan tekad kuat Nabi tercinta ini demikian pula para sahabatnya, Allah berkenan menyempurnakan agama ini, dan dengan kepahlawanan mereka pula Allah menumpas habis kaum kafir dan ingkar.
Sesungguhnya, Beliau SAW telah datang dan berjuang untuk menyampaikan jalan Allah kepada kita. Memperingatkan kita. Beliau dahulu mengikatkan batu di perut beliau karena lapar dalam perjuangannya. Selalu pergi dari satu tempat ke tempat lain untuk memberikan petunjuk. Tak tidur di malam hari menangis memikirkan nasib kita. Mendoakan kita. Beliau dilempari batu hingga mengalir darah dari tumitnya yang mulia. Namun apa yang beliau katakan, “Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku, sesungguhnya mereka tidak tahu,” kemudian beliau melanjutkan, “Aku berharap dari sulbi-sulbi mereka lahir manusia-manusia yang akan mengurus perkara ini (agama). Menyambut kasih sayang dengan kasih sayang.”
Maha Suci Allah Tuhan Maha Pemurah yang dalam kitab suci Al-Quran al-Hakim mengungkapkan berita gembira dengan firman-Nya:
“Telah datang kepadamu seorang Rasul dari kalanganmu sendiri, ia selalu prihatin atas apa yang menimpamu sangat ia inginkan kamu beriman ia sangat penyantun sangat penyayang.”
Kemudian Allah menghantarkan manusia yang hidup setelah beliau kepada beliau melalui perantara yang paling kuat hubungannya dengan beliau, manusia yang paling mulia kedudukannya di sisi beliau, yakni para pewaris beliau yang mulia, pemangku sir beliau yang terjaga. Mereka adalah orang-orang yang telah dipilih Allah sebagai pemberi petunjuk kepada makhluk yang kebingungan. Merekalah para sahabat dan keluarga Nabi SAW, tabi’in, tabi’it tabi’in serta para kaum sholihin yang mengikuti mereka dengan baik.
Allah telah memilih dari sekelompok manusia rasul-rasul, kemudian memberi mereka sahabat, merekalah sebaik-baik sahabat. Allah menjadikan Rasulullah SAW sebagai sebaik-baik rasul, maka sahabat beliau pun adalah sahabat terbaik dari semua sahabat para rasul.
Allah memberi para rasul keluarga, merekalah sebaik-baik keluarga. Allah menjadikan Rasulullah SAW sebagai sebaik-baik rasul,maka keluarga beliau pun adalah keluarga yang paling baik dari seluruh keluarga para rasul.
Allah memberi para rasul umat, dan Allah menjadikan umat Rasulullah SAW sebagai sebaik-baik umat dari seluruh umat para rasul.
Para nabi, sahabat, keluarga dan umat mereka tidak akan melewati shirath sebelum Nabi Muhammad SAW, para sahabat, keluarga dan umat beliau SAW melewatinya. Umat terdahulu yang paling mulia kedudukannya baru akan melewati shirath setelah orang terakhir dari umat kita. Semua ini untuk memuliakan Rasulullah SAW, meninggikan Rasulullah SAW, mengagungkan Rasulullah SAW. Karena itu jangan sia-siakan hubungan kita dengan beliau SAW. Bagaimanakah mengokohkan jalinan dengan baginda Nabi SAW? Caranya: janganlah kalian menyia-nyiakan persahabatan dengan orang-orang mulia (kaum sholihin), yaitu orang-orang yang cahayanya berkilauan. Demi Allah, memisahkan diri dari mereka merupakan suatu kerugian, bagaimana sifat kerugian tersebut jika pemimpin mereka (Rasulullah) bersabda, “Celakalah orang yang pada hari kiamat tidak melihatku.”
Sesungguhnya orang yang tidak melihat kaum sholihin tak akan bisa melihat beliau. Orang yang tidak memandang mereka, tidak akan bisa memandang beliau. Dan orang yang tidak menjalin hubungan dengan mereka tidak akan bisa berhubungan dengan beliau. Karena kaum sholihin adalah bagian dari beliau, pewarisnya, para khalifahnya, pemegang sirnya.
Merekalah pemegang sir setelah nabi.
Merekalah pewaris, semulia-mulia pewarisnya.
Bagaimanakah sifat-sifat mereka? Sesungguhnya ketika membicarakan mereka di atas maka sesungguhnya kita sedang membicarakan jalan-Nya, jalan Quran dan sunah pemimpin alam. Merekalah Quran, merekalah sunah, merekalah petunjuk, merekalah nubuwwah, merekalah asror nubuwwah (rahasia-rahasia kenabian), merekalah khalifah-khalifah nabi, merekalah pejuang-pejuang Islam, merekalah hakikat pemahaman Allah, merekalah keajaiban-keajaiban rahmat Allah, merekalah hadian Allah untuk alam.
Sahabat
Allah telah memilih dari sekelompok manusia rasul-rasul, kemudian memberi mereka sahabat, merekalah sebaik-baik sahabat. Allah menjadikan Rasulullah SAW sebagai sebaik-baik rasul, maka sahabat beliau pun adalah sahabat terbaik dari semua sahabat para rasul.
Merekalah sebaik-baik manusia dan mereka pulalah yang telah menaklukkan negeri-negeri dengan kekuatan serta menundukkan hati dengan keimanan. Masa mereka merupakan masa yang paling agung sepanjang sejarah. Setelah para nabi, merekalah orang-orang yang paling utama dan berani. Orang yang menapaktilasi perjalanan hidup mereka dan menelusuri riwayat-riwayat yang sahih tentang mereka, tentu akan takjub dan terkagum-kagum dengan keimanan, kebijaksaan, keberanian, dan kekuatan yang Allah berikan kepada mereka.
Ketika selain mereka enggan berkorban dengan jiwa dan harta, dan merasa keberatan untuk berpisah dengan keluarga, anak-anak, dan tanah air, mereka malah dengan senang hati melakukan semua itu demi menegakkan agama Allah dan memberi perlindungan dan jaminan keamanan bagi berbagai bangsa untuk hidup di bawah naungan Islam. Sungguh tidak ada sebelumnya, tidak juga sekarang, orang-orang yang seperti mereka. Merekalah penakluk musuh, juru penyelamat, pembela agama, dan para menterinya utusan Allah SAW.
Sungguh Allah telah memilih mereka untuk menjadi sahabat Nabi-Nya dan penyebar agama-Nya. Dengan izin Allah, mereka berhasil mengeluarkan manusia dari menyembah makhluk kepada menyembah Khalik, dari kesempitan dunia kepada kelapangannya, dan dari aniaya orang-orang durjana kepada keadilan Islam. Di tangan merekalah dinasti-dinasti tunduk.
Para ulama sepakat bahwa merekalah sebaik-baik manusia setelah para nabi. Rasulullah SAW bersabda:
“Sebaik-baik manusia adalah mereka yang hidup pada zamanku...” (HR Bukhari Dan Muslim)
Para sahabat Nabi Musa as yang ikut menyeberangi lautan tak akan bisa menandingi kedudukan para sahabat Rasulullah SAW. Demi Allah, sahabat Nabi Musa yang keimanan mereka mendapat pujian dalam Quran tak akan bisa mendahului barisan sahabat Muhammad SAW! Bahkan ketika umat Nabi Muhammad SAW satu persatu, kelompok-demi kelompok melewati jembatan (shirath), umat-umat yang terdahulu berkata, “Mereka seakan-akan para nabi.”
Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi, syaikhuna berkata:
Betapa agung keutamaan yang diperoleh para sahabat. Mereka menduduki tingkat shiddiqiyyah. Tiada kedudukan yang lebih tinggi dari kedudukan shiddiqiyyah, kecuali nubuwwah (kenabian). Kebaikan tersebut datang kepada mereka silih berganti, inayah Allah menyertai mereka.
Seorang sahabat dapat melampaui seratus ribu maqam dalam sesaat. Derajat mereka lebih tinggi daripada orang yang melihat Nabi SAW setelah beliau wafat. Sebab, para sahabat melihat Nabi dalam rupa yang sempurna. Sedangkan para wali maksimal melihat Nabi di alam lain. Para sahabat meraih kedudukan itu tanpa usaha yang berarti. Pagi hari mereka masih kafir, masuk waktu ashar mereka telah mencapai derajat shiddiqiyyah.
Wahai ibn Lasbaath, banjir membasahi tanah berdebu
Waktu dhuha berlalu, sore hari telah hijau semua
Diantara jajaran para sahabat paling utama adalah Sayidina Abubakar Shiddiq RA, Sayidina Umar bin Khattab RA, Sayidina Utsman bin Affan RA dan Sayidina Ali bin Abi Thalib KW. Dan sahabat-sahabat lainnya yang hingga Rasulullah SAW wafat meninggalkan 124.000 sahabat. Allah telah menjadikan masa mereka sebagai masa keamanan bagi umat. Barulah setelah berakhirnya masa mereka, muncul berbagai fitnah, bid’ah, perpecahan, dan kerusakan. Rasulullah SAW bersabda:
“Bintang-bintang merupakan pelindung bagi langit; jika bintang-bintang telah tiada maka akan terjadi sesuatu yang telah dijanjikan atas langit. Aku adalah pelindung bagi para sahabatku; jika aku telah tiada, akan terjadi sesuatu yang telah dijanjikan atas para sahabatku. Dan, para sahabatku merupakan pelindung bagi umatku, jika mereka telah tiada maka akan terjadi sesuatu yang telah dijanjikan atas umatku.” (HR Muslim)
Inilah salah satu bukti keutamaan mereka dan fakta bahwa mereka merupakan orang yang menjaga dan melindungi umat dari bid’ah, kezaliman, dan kerusakan. Tidak heran kalau Allah SWT menjadikan mereka sebagai khalifah-khalifah Nabi-Nya dan memasukkan mereka dalam golongan wali-wali-Nya.
Abdullah Ibnu Mas’ud ra pernah berkata:
“Sesungguhnya Allah telah memandang hati para hamba-Nya dan mendapatkan bahwa hati Muhammad SAW merupakan sebaik-baik hati hamba-Nya. Maka beliaulah yang Dia pilih dan beliau pula yang Dia utus. Kemudian Allah memandang hati para hamba-Nya setelah Muhammad, lalu mendapatkan bahwa hati para sahabat merupakan sebaik-baik hati hamba-Nya, maka Dia mengangkat mereka sebagai menteri-menteri Nabi-Nya yang gigih berperang membela agama-Nya.” (HR Ahmad)
Ibnu Abi Hatim mengatakan bahwa para sahabat adalah orang-orang yang telah menyaksikan wahyu diturunkan, mengetahui tafsir dan takwil. Mereka adalah orang-orang yang Allah pilih untuk menemani sekaligus membela Nabi SAW dalam menegakkan agama dan mengangkat kebenaran. Allah meridhai mereka sebagai sahabat dan menjadikan mereka sebagai teladan yang patut dicontoh. Mereka adalah orang-orang yang telah menjaga dan memelihara syariat, hukum-hukum, keputusan-keputusan, segala perintah, larangan, sopan santun, dan Sunah yang disampaikan oleh Nabi SAW dari Allah SWT. Kemudian mereka mendalami dengan penuh kesadaran, mencermati, memahami dan menghayati semua yang disampaikan itu. Mereka mengetahui perintah Allah dan larangan-Nya berikut maksud yang terkandung di dalamnya secara langsung dengan bantuan dan penjelasan Rasulullah SAW. Mereka menyaksikan langsung dari Nabi Muhammad SAW bagaimana tafsir dan takwil ayat-ayat Al-Quran, menerima kesimpulan hukum serta etika dari beliau.
Oleh karena itu, wajarlah jika Allah memuliakan mereka dengan anugerah yang Dia berikan kepada mereka sebagai qudwah teladan. Dia menghindarkan mereka dari kebohongan dan keraguan, keteledoran dan kegamangan, juga cela. Allah telah memerintahkan kepada Hamba-Nya untuk mengikuti petunjuk dan meneladani perilaku mereka sebagaimana dalam firman Allah,
“Dan barangsiapa yang menetang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan JALAN orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu ... “(An-Nisa, 4:115)
Oleh karena itu, orang yang mencintai mereka serta mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan mengutamakan dan memberikan penghormatan kepada mereka serta tidak menghiraukan orang-orang yang hatinya penuh dengan kedengkian terhadap mereka, dialah orang yang memenangkan pujian yang diberikan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa, ‘Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.’” (Al-Hasyr, 59:10)
Sampaikanlah kerinduan dan cinta kepada para
Sahaabat,
Pemuka umat dan pemilik kemuliaan
Merekalah pelindung agama dan pahlawan berani
Mati,
Pengguyur hujan anugerah, dan singa-singa rimba
Mencintai mereka adalah sebagian dari agama
Dan Tuhan telah menyiapkan azab-Nya bagi orang
Yang membenci mereka
Jagalah nama baik mereka jika engkau ingin seperti mereka
Ambillah hadits dan ilmu dari mereka,
Karena merekalah ulama yang benar fatwanya.
Diantara kemuliaan dan keistimewaan para sahabat adalah Allah SWT menyatakan mereka sebagai orang-orang yang bersih, sedangkan orang-orang sesudah mereka memerlukan orang yang menyucikannya. Allah yang telah menucikan sahabat Rasulullah SAW sebagaimana dalam firman-Nya:
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia keras terhadap orang-orang kafir, tetapi kasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud ...” (Al-Fath, 48:29)
Allah SWT juga berfirman:
“Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama dia, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang memeroleh kebaikan, dan mereka itulah (pula) orang-orang yang beruntung.” (At-Taubah, 9:88)
Orang-orang yang telah berjihad bersama beliau tidak lain adalah para sahabat beliau. Mereka berperang dan terbunuh di depan matanya, juga mereka yang gugur dalam perang Badar dan Uhud demi menegakkan kalimat la ilaaha illallah. Selanjutnya Allah menyatakan kesucian mereka lagi dalam firman-Nya:
“(Juga) bagi para fuqoro yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan(Nya)...” (AL-Hasyr, 59:8)
Ayat ini menceritakan orang-orang Muhajirin. Mereka keluar dari Mekah setelah diusir karena menegakkan ajaran kebenaran. Mereka Adalah gambaran bentuk manusia yang cemerlang. Diantara orang-orang yang berhijrah adalah sahabat Shuhaib bin Sinan ra. Orang-orang kafir Quraisy mengeluarkan dan mengusirnya dengan kekerasan dan ancaman senjata. Lalu Shuhaib ra berkata kepada mereka, “Lepaskan aku dan silahkan ambil semua hartaku.” Mereka pun menerima syaratnya dan mengambil semua hartanya. Tidak ada sedikitpun yang tersisa baginya. Tampak wajah kesedihan padanya, perut yang haus dan lapar, mata serta tubuh yang letih dan kurang tidur. Akan tetapi semua itu dilakukkannya di Jalan Allah. Kemudian sahabat Shuhaib ra mendatangi Rasulullah SAW. Ketika Rasulullah SAW melihat wajahnya beliau bersabda:
“Alangkah beruntungnya Abu Yahya, alangkah beruntungnya Abu Yahya, alangkah beruntungnya Abu Yahya.”
Perhatikanlah bagaimana mereka berjuang demi tegaknya jalan ini. Sayidina Abubakar As-Shiddiq RA., ia datang dan berjuang. Ia memiliki 9 toko di Mekah. Toko itu satu demi satu tutup karena besarnya infak yang ia keluarkan di jalan Allah. Pada saat hijrah, ketika kendaraan telah siap, ia sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Ia menggunakan duri pohon kurma untuk menjahit bajunya yang usang, karena tidak memiliki jarum. Bahkan jarum pun ia tidak punya! Menetes air mata Rasulullah SAW melihatnya berjalan mengenakan pakaian usang yang baru dijahitnya.
Beberapa hari sebelum wafat, Rasulullah SAW berkata:
“Sesungguhnya orang yang paling ku percaya harta dan dirinya adalah Abubakar, andaikata aku hendak menjadikan seseorang sebagai teman dekat, tentu aku akan memilih Abubakar sebagai sahabat karibku.”
Semoga Allah meridhoi mereka semua.
Perhatikanlah para shiddiqin, mereka telah menempuh dan berjuang di jalan ini. Perhatikanlah perjuangan Sayidina Ja’far bin Abi Thalib, ketika tangan kanannya putus, ia genggam bendera perang di tangan kirinya. Ketika tangan kirinya putus, ia rangkul bendera itu dengan kedua lengannya. Ia tidak rela bendera Sayidina Muhammad SAW jatuh. Ia terluka dengan delapan puluh tusukan di bagian depan tubuhnya. Semua luka itu ada di bagian depan tubuhnya. Mengapa? Karena beliau maju terus pantang mundur. Semoga Allah meridhoinya.
Para sahabat memikul tubuhnya yang penuh luka itu.
“Minumlah air ini,” kata seorang sahabat.
“Aku puasa,” jawabnya lemah.
Padahal saat itu cuaca sangat panas, di medan jihad, dalam kancah peperangan.
“Berbukalah hari ini dan berpuasalah di hari lain, lukamu sangat parah,” bujuk sahabat-sahabatnya.
“Aku ingin berbuka di surga.”
Dan beliau pun akhirnya berbuka di surga.
Sayidina Muhammad SAW yang saat itu sedang duduk bersama para sahabat di Madinah tiba-tiba menengadahkan wajahnya ke langit dan menjawab salam: “Wa ‘alaikas salam wa rahmatullahi wabarakaatuh (Semoga Allah juga meimpahkan keselamatan, rahmat, dan berkah-Nya kepadamu)”
Beliau kemudian terlibat dalam pembicaraan. Para sahabat yang menyaksikan peristiwa itu terdiam, menundukkan kepala. Salah seorang dari mereka kemudian bertanya, “YA Rasulullah, siapakah yang engkau ajak bicara?”
“Ja’far bin Abi Thalib datang mengunjungiku bersama jutaan malaikat. Allah mengganti kedua tangannya dengan dua buah sayap. Ia dapat terbang ke mana pun ia suka di surga,” jawab Nabi.
Perhatikanlah, Allah telah memerintahkan malaikat untuk mengawalnya ke surga, namun ia merindukan Nabinya. Ia ingin menemuinya lebih dahulu. Surga dan segala kenikmatannya tidak melalaikannya dari Nabi kecintaannya.
“Aku ingin mengucapkan salam kepada kekasihku, aku ingin berada dekat dengan nabiku, aku ingin melihat rasul-Mu yang melaluinya aku memperoleh hidayah,” kata Ja’far.
Ruhnya datang ke Madinah mengunjungi Nabi dan mengucapkan salam kepada beliau. Sebab, memandang wajah Nabi SAW dapat membuat hatinya menjadi tentram. Semoga Allah memperlihatkan wajah beliau kepada kita. Memperlihatkan wajah kaum sholihin kepada kita, memasukkan kita ke dalam golongan mereka, menerima tobatku dan tobat kalian, mengabulkan semua doa, dan semoga Allah segera menolong dan memperbaiki keadaan negara Indonesia dan juga negara-negara lain.
Ummahatul Mukminin
Perhatikanlah bagaimana para mujahid dan mujahidah sebelum kita berjuang demi menanggung derita dan tertegaknya agama Allah. Lalu, kita yang datang setelah mereka, apa yang telah kita perbuat? Sedangkan mereka, baik yang terdahulu maupun yang datang kemudian telah menjual harta mereka untuk Allah, menjual diri mereka untuk Allah. Perhatikanlah, Sayidah Khodijah binti Khuwailid RA, tanyakan kepadanya apa yang telah diperbuat? Apa yang telah ia lakukan?
Rasulullah pemimpin alam ini berkata, “Ia beriman kepadaku ketika orang-orang ingkar, ia membenarkanku di saat mereka mendustakanku, dan ia telah menebusku dengan diri dan hartanya.” Semoga Allah meridhoinya.
Karena inilah, ia berhak menerima ucapan salam dari Allah.
Keluarga
Allah memberi para rasul keluarga, merekalah sebaik-baik keluarga. Allah menjadikan Rasulullah SAW sebagai sebaik-baik rasul,maka keluarga beliau pun adalah keluarga yang paling baik dari seluruh keluarga para rasul. Ketika Rasulullah berjuang meneggakkan jalan Allah ini, mereka pun berjuang pula mendukung perjuangan beliau SAW. Merekalah pewaris dari manusia yang berkata, “Tuhan telah mendidikku, maka kuperoleh pendidikan yang paling baik.” Itulah ucapan Baginda Nabi SAW. Namun saat ini sinetron, wanita-wanita fasik dan kafirlah yang mendidik anak-anak kita. Betapa banyak anak perempuan kita yang meniru wanita-wanita fasik di TV sehingga mereka tak kenal lagi Sayidah Fatimah Zahra sang putri cahaya mata Baginda Nabi, bagaimana beliau, bagaimana pakaiannya, bagaimana kezuhudannya, bagaimana ibadahnya. Mereka tidak lagi mengenal putri-putri Nabi: Sayidah Zainab, Sayidah Ummi Kultsum, Sayidah Ruqayyah. Mereka juga tidak tahu istri-istri nabi: Sayidah Khadijah al-Kubro, Aisyah As-Shiddiqah,. Kalian meniru orang-orang yang durhaka padahal kalian muslim, mukmin, memiliki kebesaran, kebanggaan, dan kemuliaan. Kalian mengganti teladan yang telah diridhoi Allah untuk kalian:
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu teladan yag baik.” (Al-Ahzab, 33:21)
Apakah kalian berniat mengganti Rasulullah dengan mereka? Teladan apakah yang telah kalian berikan kepada keluarga dan anak-anak kalian?
Perhatikan Sayidina Ali bin Abi Thalib KW ketika ia turut berjuang bersama Nabi SAW tuk menegakkan jalan ini, perhatikanlah bagaimana ia mempertaruhkan nyawanya dengan tidur di tempat tidur Rasulullah SAW ketika beliau hendak hijrah, bagaimana ia menunaikan titipan dan amanat, menghunus pedang berjuang di jalan Allah, mencurahkan segala kemampuan untuk menolong Allah. Sehubungan dengan Sayidina Ali KW ini, Rasulullah pernah bersabda, “Besok akan kuserahkan bendera Islam kepada orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dan ia pun dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya.”
Betapa agung kecintaan ini.
Perhatikanlah pula Imam Hasan yang gugur karena diracun. Imam Husein yang tubuhnya terpisah menjadi dua. Meskipun demikian, mereka tak akan menyesal di akhirat nanti. Mengapa? Karena mereka telah menempuh jalan Rasulullah SAW dan meneladani beliau.
Bagaimana dengan kita wahai saudaraku? Ruh kita tidak lebih mahal dari ruh Sayidina Husein! Tidak lebih mahal dari ruh Sayidina Hasan bin Ali! Tidak pula lebih lebih mahal dari ruh Sayidina Ali bin Abi Thalib KW! Mengapa kita tidak bertawajjuh dan menghadapkan hati kita kepada Allah? Bukankah kita hendak melihat wajah mereka di hari kiamat? Masuk bersama mereka? Karena itu, ikutilah mereka, teladanilah mereka. Sesungguhnya tempat yang paling menyenangkan adalah tempat mereka.
Sayidina Anas berkata, “Suatu hari aku bersama Nabi berkunjung ke rumah Fatimah Az-Zahra RA. Melihat kedatangan ayahandanya, Fatimah berdiri menyambut. Rasulullah mengucap salam lalu masuk dan duduk. Husein datang menghampirinya
“Kakek berilah aku minum, aku ingin minum,” pinta Husein.
Rasulullah bangkit dan pergi mendekati seekor kambing betina yang berada di pojok rumah. Beliau mengambil mangkuk kemudian memerah kambing itu. Tak berapa lama Hasan juga minta minum. Rasulullah menggeser Hasan ke samping untuk memberi minum Husein. Melihat ini Sayidah Fatimah berkata, ‘Apakah engkau lebih mencintainya?’
‘Tidak! Tapi Husein yang lebih dahulu minta kepadaku, aku akan memberinya dahulu baru kemudian Hasan,’ jawab Nabi.
Aku tertegun melihat peristiwa itu. Rasulullah kemudian menoleh kepadaku dan berkata, ‘Wahai Anas, sesungguhnya aku, kedua anak ini, ibu mereka dan lelaki yang sedang tidur itu,’ sambil menunjuk Sayidina Ali yang saat itu sedang tidur si sebuah ruangan, ‘Pada hari kiamat kelak akan berkumpul bersama.”
Apakah kalian ingin berada dekat dengan mereka? Menemani mereka? Melihat mereka? Perhatikanlah niat kalian, tujuan kalian dan keikhlasan kalian. Semua pintu telah terbuka untuk kalian, namun mengapa kalian enggan memasukinya? Masuklah bersama mereka yang masuk. Raihlah kesuksesan bersama mereka yang sukses.
Setelah ahlul kisa, muncullah Imam Zainal Abidin anak Imam Husein untuk berjuang melanjutkan jalan datuknya. Diantara wirid-wirid beliau setiap hari adalah salat sunah 1000 rakaat, membaca 100.000 kalimat thoyyibah, disamping membaca Quran, qiyamullai disepanjang malam dengan tangisan yang panjang, dan bersedekah. setelah Zainal Abidin lahirlah pejuang-pejuang yang dilukiskan oleh seorang penyair:
Merekalah kaum muda,
Mencintai mereka adalah bagian dari agama,
Membenci mereka adalah kufur,
Kedekatan dengan mereka adalah perlindungan.
Diantara kaum yang bertakwa,
Merekalah pimpinannya.
Dan jika ditanya siapakah penghuni bumi yang
Terbaik, merekalah orangnya.
Mereka diantaranya adalah Imam Muhammad Al-Baqir, Imam Ja’far Ash-Shodiq, Imam Ali al-‘Uraidhi, Imam Muhammad An-Naqib, Sayid Isa Ar-Rumi, dan Imam Muhajir Ahmad. Mereka adalah orang-orang yang suci matanya, suci lisannya, suci hatinya, suci tangannya, suci kakinya dan suci atsarnya. mereka adalah orang-orang yang selalu berjuang keras (bermujahadah) untuk menegakkan jalan-Nya, menegakkan cahaya hidayah, cahaya Quran dan Sunah. Al-Muhajir Ahmad datang dan berjuang. Ia bahkan menginfakkan jutaan uang di jalan Allah dan berusaha mengembalikan umat manusia ke jalan Nabiyallah Muhammad SAW. Ketika Imam Abdullah bin Umar bin Yahya melihat Rasulullah SAW, ia bertanya, “YA Rasulullah, apakah engkau senang dengan hijrahnya Ahmad bin Isa al-Muhajir ke Hadhramaut?
“Aku menyukai apa yang disukai Ahmad bin Isa, aku senang dengan apa yang membuat Ahmad bin Isa senang,” jawab Rasulullah SAW. Kemudian datang Imam Alwi bin Ubaidillah dan berjuang, yang mana keluar dari sulbi beliau orang-orang mulia yang menerangi setiap zaman hingga munculnya Imam Mahdi. Merekalah Aal Baa Alawi atau kaum Alawiyyin. Bagaimana sifat kaum ini:
Merekalah kaum yang jika malam telah
menebarkan tirai kegelapan, kau takkan melihat
mereka tergadai oleh permadani dan
pembaringan. Namun, mereka tegak bak tiang-
tiang mihrab. Shalat, ruku dan sujud ikhlas
memuliakan-Nya. Mentadabburi ayat-ayat Quran
tak seperti si lalai yang terbagi-bagi
perhatiannya.
Merekalah (anak cucu) yang banyak dan baik
Berkat doa kakek mereka saat perkawinan
(Sayidah Fatimah dan Sayidina Ali) tidakkah kau mengerti?
Rumah nubuwwah, futuwah, hidayah, dan ilmu
Sejak dahulu sampai hari nanti.
Diantara keturunan beliau yang datang terkemudian dan berjuang adalah Al-Faqih Al-Muqaddam yang bidayahnya seperti nihayah rekan-rekannya. Kemudian datang Habib Abdurrahman bin Muhammad Assegaf. Beliau melakukan perjuangan keras hingga selama 33 tahun tidak tidur, khatam Quran 4 kali di siang hari dan 4 kali di malam hari. Ketika ditanya, “Mengapa kamu tidak tidur.?”
“Bagaimana seseorang bisa tidur jika ia meliat surga dan segala isinya sewaktu berbaring di sisi kanan tubuhnya. Dan jika berbaring di sebelah kiri tubuhnya, ia melihat neraka dan segala isinya. Bagaimana ia dapat tidur dalam keadaan seperti ini?”
Datang sesudahnya dan berjuang adalah Habib Abu Bakar As-Sakran, Habib Umar Al-Muhdhar dan Sayidinal ‘Aydrus, yakni orang-orang yang selalu memerangi nafsu. Berkata Sayidinal ‘Aydrus, “Setelah kucapai puncak kesulitan dalam memerangi nafsu, kuraih semua cita-citaku.” Allah berfirman:
“Adapun orang-orang yang berjuang di jalan Kami, Kami pasti akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (Al-Ankabut, 29:69)
Setelah itu datang Syeikh Abubakar bin Salim dan murid beliau Ahmad bin Muhammad Al-Habsyi yang setiap hari menuntut ilmu. Kemanakah perginya ilmu dari keluarga kita? Ketahuilah ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang tersimpan di hati para leluhur dan salaf Ba’ Alawi. Ilmu yang mereka milikilah yang akan menjadikan kalian mulia, di dunia dan akhirat. Dimana letak ilmu itu dalam keluarga kita, anak perempuan kita, istri kita? Dirikanlah di setiap tempat pengajian-pengajian untuk kaum pria dan wanita. Perhatikanlah, majelis-majelis seperti itulah yang memiliki jalinan ikatan (rawabith), yaitu ikatan yang mempertemukan dan menghubungkan yang kholaf dengan yang salaf. Adakanlah pengajian untuk kaum wanita agar mereka dapat mempelajari hukum-hukum Allah dan sunnah Rasul-Nya; mempelajari akhlak para wanita yang shiddiq dan arif; mengenal bagaimana kehidupan Fatimah Az-Zahra, Khodijah Al-Kubro, ‘Aisyah Ar-Ridho; mengenal kehidupan para shalihin; mengetahui hal-hal yang wajib dan haram sehingga mereka dapat melaksanakan yang wajib dan menjauhi yang haram.
Merekalah salaf ash-sholihin, yang sifat mereka telah disifatkan dalam syair:
Merekalah kaum yang jika malam telah
menebarkan tirai kegelapan, kau takkan melihat
mereka tergadai oleh permadani dan
pembaringan. Namun, mereka tegak bak tiang-
tiang mihrab. Shalat, ruku dan sujud ikhlas
memuliakan-Nya. Mentadabburi ayat-ayat Quran
tak seperti si lalai yang terbagi-bagi
perhatiannya.
Merekalah (anak cucu) yang banyak dan baik
Berkat doa kakek mereka saat perkawinan
(Sayidah Fatimah dan Sayidina Ali) tidakkah kau mengerti?
Rumah nubuwwah, futuwah, hidayah, dan ilmu
Sejak dahulu sampai hari nanti.
Merekalah perantara yang paling kuat hubungannya dengan Rasulullah SAW, manusia yang paling mulia kedudukannya di sisi beliau. Di setiap masa mereka selalu ada hingga datanglah masa bintang yang penuh cahaya ini, Habib Ali bin Muhammad AL-Habsyi. Beliau muncul di tengah-tengah masyarakat sebagai perwujudan dari sayidina Muhammad: perwujudan perilaku, petunjuk dan thariqah beliau.
Rasulullah SAW berkata kepadanya, “Bukankah aku telah menjadikanmu sebagai khalifahku, wakilku, penggantiku untuk memberi petunjuk kepada hamba-hamba Allah.” Semoga Allah meridhoinya.
Dalam diri Imam ini tampak tanda-tanda pewarisan yang bersambung kepada para salaf yang telah melewatkan usianya dengan selamat. Semoga Allah Yang Maha Mengetahui melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka.
Dengan teguh mereka meneladani
Rasul, sahabat dan pengikut mereka
Tanyakanlah selidikilah!
Mereka tujukan kedudukan tinggi,
Dengan sungguh-sungguh dan terarah
Makna sebuah Pertemuan
Allah SWT berfirman:
“Maka janganlah kamu (Muhammad) meragukan pertemuan dengan Musa (As-Sajdah, 32:23)
Tujuan Allah me-nash-kan pertemuan itu adalah untuk mengingatkan manusia akan pentingnya arti sebuah pertemuan. Kemampuan kita untuk mengetahui berbagai gelombang cahaya dan nilai yang ada sejak zaman Nabi SAW adalah dengan berkat perjumpaan dengan beliau. Orang-orang yang berjumpa dengan beliau adalah orang-orang yang mendapat kehormatan, keistimewaan, dan keagungan. Mereka lebih utama dari yang lain. Kita temukan bahwa atsar beliau terletak pada orang yang telah bertemu dengan beliau (para sahabat). Para tabi’in memperoleh kemuliaan karena berjumpa dan bergaul dengan para sahabat, dan para tabi’it tabi’in memperoleh kemuliaan karena berjumpa dan bergaul dengan para tabi’in, demikian seterusnya.
Dahulu apabila kaum muslimin hendak pergi berjihad, mereka bertanya, “Adakah di antara kalian yang pernah melihat Rasulullah?” Jika ada, maka mereka mengharapkan kemenangan berkat orang itu, dan mereka pun lalu menang. Suatu saat, meski masih dekat dengan masa para sahabat, tidak ada satu pun sahabat yang tersisa, yang ada hanyalah para tabi’it tabi’in dan beberapa tabi’in. Mereka bertanya, “Adakah di antara kalian yang pernah melihat orang yang pernah melihat Rasulullah SAW?” Jika dijawab: Ya, maka sebagaimana biasa mereka mengharapkan kemenangan berkat orang itu dan mereka pun lalu menang.
Kisah ini menunjukkan bahwa manfaat perjumpaan terus berlangsung; berpindah dari generasi ke generasi hingga masanya Imam yang agung ini, Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi- yang wajahnya memantulkan cahaya Nabi Muhammad SAW, sehingga tak seorang pun memandang beliau kecuali segara mengetahui bahwa beliau adalah kekasih Allah Yang Maha Esa, bahwa beliau adalah orang yang telah memperoleh karunia Allah, dan pewaris Nabi Muhammad SAW. Bedakan kalimat, “Adakah di antara kalian orang yang melihat Rasulullah?” dengan kalimat, “Adakah di antara kalian yang melihat orang yang pernah melihat Rasullah?”
Merekalah para pewaris Nabi,
Kelompoknya dan anak-anaknya,
Meskipun orang yang berpura-pura buta,
tak mau mengerti.
Warisan mereka ada pada kami
Begitu pula ilmu dan asror mereka
Pertemuan memang penuh misteri. Karena itulah kita lihat banyak wali yang telah siap untuk mencapai tingkatan tinggi bila ditanya, “Apa yang kamu miliki?” Mereka menjawab, “Aku berjumpa fulan bin fulan hari ini, ia berkata kepadaku demikian.” Setelah perjumpaan itu kedudukan mereka meningkat.
Demikian halnya pertemuan dan perjumpaan dengan Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, ataupun berjumpa dengan orang yang pernah berjumpa beliau merupakan sebuah keberuntungan yang besar. Sebagaimana dikatakan:
Beruntunglah orang yang pernah melihat mereka
Atau melihat orang yang pernah melihat mereka
Atau selalu memiliki ikatan dengan mereka
Dan selalu berada di ambang pintu mereka
Kenapa? Karena beliaulah salah satu ahlil irtiqo, seorang manusia yang telah dipilih oleh Hadhratul Ilahiyah berdasar keistimewaan yang telah ditetapkan sejak dulu, hikmah azali dan iradah rabbaniyah sebagai tempat curahan karunia Allah, tempat pandangan dan inayah Allah SWT. Sehingga di tengah umat manusia beliau menjadi khazanah penyimpanan asrar dan amanah. Alangkah beruntungnya orang yang berjumpa dengan beliau, alangkah mulianya guru-guru beliau. Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi berjumpa dengan syeikhnya, Imam Abubakar Alatas, hanya dalam hitungan jari, namun buah perjumpaan itu – nafahat dan barakatnya – tak terhitungkan. Setelah itu beliau membina urusannya berdasar pada pertemuan itu, dan selalu membicarakannya walau Imam Abubakar Alatas telah meninggal dunia. Sepanjang hidupnya, Habib Ali selalu mengingat dan menyebut Habib Abubakar. Semua ini karena kokohnya hubungan beliau dengan gurunya. Hubungan yang dilandasi dengan perkenalan di jalan Allah, yang hakikatnya adalah makrifat kepada Allah.
Makrifat kepada Allah tercermin pada setiap perkenalan karena Allah. Dan cinta kepada Allah tercermin pada cinta karena Allah. Bagaimana bisa demikian? Jika kalian mencintai seseorang karena Allah, maka perasaan cinta itu akan menumbuhkan rasa cinta kepada Allah. Pada saat cinta kalian karena Allah meningkat, maka cinta Allah kepada kalian pun meningkat. Kemudian, jika kalian lebih banyak mengenal dan mencintai Allah, maka cinta kalian karena Allah juga menjadi lebih banyak dan lebih kuat. Jika cinta kalian kepada Allah bertambah kuat, maka cinta Allah kepada kalian juga bertambah kuat. Jika cinta kalian kepada Allah bertambah, maka cinta kalian kepada seseorang karena Allah juga akan semakin kuat. Dan jika kalian semakin mengenal Allah, maka makrifat kalian kepada seseorang karena Allah juga akan bertambah luas.
Karena itulah kita menyaksikan jalinan hubungan yang kuat dan kokoh antara murid dan guru di atas, Habib Ali sebagai murid dan Habib Abubakar Alatas sebagai guru, antara Penerima dan Pemberi, antara Quthb gurunya. Walau maqam Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi melampaui gurunya, namun ikatan beliau dengan gurunya tetap kuat dan kokoh. Beliau tahu bahwa makrifat beliau kepada gurunya berasal dari makrifat beliau kepada Allah. Cinta beliau kepada gurunya berasal dari cintanya kepada Allah. Yang satu tercermin pada yang lain. Yang satu memperkuat yang lain. Saling mengisi. Jika cintanya kepada Allah bertambah, maka cintanya kepada gurunya bertambah. Dan jika cintanya kepada gurunya bertambah, maka cintanya kepada Allah juga bertambah. Demikian seterusnya, saling menguatkan. Sehingga kita mendengar cerita yang mengagumkan tentang beliau, yaitu jika nama gurunya disebut, maka kesedihan dan kesulitan beliau hilang. Mereka seakan berada di alam lain, memasuki medan lain. Habib Ali berkata, “Jika duduk bersama beliau (Habib Abubakar Alatas), aku berharap agar majelis itu tidak pernah berakhir, walau selama setahun. Saat itu, rasanya aku tidak lagi menginginkan kenikmatan duniawi, aku tak merasa lapar atau haus.”
Alangkah mulianya orang-orang yang melihat beliau, alangkah mulianya murid-murid beliau, yang menerima langsung bimbingan beliau, pendidikan beliau, hingga mereka menjadi ‘alim, faqih, sekaligus dekat dengan Allah dan Rasul-Nya. Tidakkah kalian mengerti kedudukan Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi. Simaklah kisah berikut:
Suatu hari Habib Ali Al-Habsyi pergi ke Tarim berziarah kepada Al-Faqih Al-Muqaddam. Beliau berkata:
Jika hubunganku yang bermakna halus ini
sah menurutmu, berilah aku jawaban.
Pada malam harinya selepas ziarah, tertulis di lengan kanan beliau: “Anta Muhammadi (Engkau adalah Muhammadi).
Apakah Muhammadi itu? Orang yang berperilaku dan bertutur kata sesuai dengan sunah Nabi Muhammad SAW. Itulah beliau Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi.
Sungguh mulia dan istimewa sahabat-sahabat Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, yang karena jalinan dengannya memperoleh keberuntungan yang datang dari Rasulullah SAW. Sungguh, Rasulullah SAW berkata kepada Habib Ali Al-Habsyi, “Wahai Ali, relakah kamu jika amalmu dan semua amal sahabatmu diterima Allah?
“Sesungguhnya Allah hanya menerimadari orang-orang yang bertakwa.” (Al-Maidah, 5:27)
Ketika seseorang menceritakan kepada Habib Ahmad bin Hasan bahwa ia bermimpi melihat secarik kertas diedarkan. Di atas kertas itu tertulis, “Wahai Ali, relakah kamu jika amalmu dan semua amal sahabatmu diterima Allah?”
Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas berkata, “Ya Habib Ali, semoga aku termasuk sahabatmu.”
“Kalian semua adalah sahabatku,” Kata Habib Ali.
Wahai yang perhatiannya hanya terpusat pada makanan yang fana, minuman yang fana, kendaraan yang fana, bangunan yang fana, ketahuilah, kalian akan meninggalkan semua itu dan semua itu pun akan meninggalkan kalian. Kemana kalian akan pergi?Siapa yang akan memegang kekuasaan? Bagaimana tempat kembali nanti? Janganlah kalian menyia-nyiakan persahabatan dengan beliau.
Semoga Allah menjadikan kita sahabat beliau yang sejati, memasukkan kita dalam benteng kaum sholihin dan mengumpulkan kita bersama mereka.
Karena itu, orang yang bergaul dengan Habib Ali berhak berkata, “Selama hidup di dunia ini kami tidak pernah mengalami kesulitan dan merasakan kesumpekan kecuali setelah wafatnya Ali Habsyi.” Orang yang duduk bersama beliau berhak berkata, “Dulu kami berada dalam suatu majelis, andaikan malaikat Ridwan berdiri di depan pintu berkata, ‘Bangkitlah kalian, masuklah ke dalam surga!’ kami sedikitpun tak akan beranjak dari majelis itu.”
Sungguh, alangkah agungnya keluarga Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, yang dikesehariannya mereka bertemu Habib Ali dan dalam pandangan, kasih sayang serta pendidikan beliau. Sungguh beruntung isteri beliau Hababah Fatimah Mulachela, sungguh beruntung anak-anak beliau: permata hati beliau Hababah Khadijah, Habib Abdullah, Habib Muhammad, Habib Ahmad, Habib Alwi, dan Habib Umar Mulachela. Sungguh beruntung ayahanda dan ibunda beliau, sungguh beruntung saudara-saudara beliau, sungguh beruntung cucunda beliau, yang diantaranya adalah Habib Anis bin Alwi bin Ali Al-Habsyi dan Habib Husin Mulachela. Keberuntungan, kemuliaan dan kehormatan tersebut dikarenakan Habib Ali yang memiliki pertalian darah dengan Rasulullah SAW (khalifah dzat), beliau juga sekaligus seorang yang taat pada Allah dan Rasul-Nya (khalifah sifat). Kepribadian beliau penuh dengan rahmat, kasih sayang, cinta, dan beliau sangat memperhatikan umat. Yang mana rahmat, kasih sayang dan cinta beliau melebihi manusia dizamannya. Karenanya layaklah ia mengenakan mahkota kenabian, ia dikenal oleh Nabi Muhammad SAW, Ia dicintai Nabi Muhammad SAW, diberikan untuknya cahaya hubungan pengkhususan. Dialah orang yang dipelihara Rasulullah Saw. Dialah orang yang telah menempuh jalan Rasulullah SAW. Beliaulah pewaris dari manusia yang sangat mengharap keimanan kita, beliau adalah pewaris dari Rasul SAW yang sangat pengasih dan penyayang.
Seseorang bermimpi bertemu Nabi Muhammad SAW. “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling engkau cintai di zaman ini?”
“Anakku, Ali bin Muhammad Al-Habsyi,” jawab Nabi SAW.
Ali bin Muhammad, pemilik jalan ini, pemilik aqidah ini, jiwanya penuh dengan rahmat yang memancar kepada kita. Meski beliau telah wafat hampir 100 tahun yang lalu, ucapannya masih menggetarkan hati, menghidupkan jiwa, dan meninggalkan kesan yang dalam.
Walau beliau telah tiada namun sir beliau masih ada, dan kebaikannya pun masih ada.
Jika kedekatan dan perjumpaan
dengan kekasih tak dapat kujalani,
maka dalam mengenang mereka
kuperoleh kebahagiaan bagi duka di hati.
Tetapi sir dan kebaikan beliau hanya untuk orang-orang yang mau menyambutnya; orang yang tidak tertipu oleh keinginan-keinginan syahwat; oleh hal-hal yang tidak bermanfaat dan segala sesuatu yang fana. Inilah saatnya kalian meraup segayung dari lautan yang dibangun atas dasar hubungan ini. Lautan yang bermuara di samudera Muhammad.
Alhamdulillah, sebagaimana dahulu para tabi’t tabi’in yang mencari wasilah kepada Allah melalui tabi’in maka kalian pun masih memiliki penghubung diri kalian dengan Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi. Bersama kalian masih ada Habib Husin Mulachela, yang memiliki niat-niat baik dalam menghubungkan yang kholaf dengan yang salaf, dan dalam memperpanjang cahaya hubungan pengkhususan. Beliau telah diberi berbagai keistimewaan leluhur yang jarang ditemukan di muka bumi pada seluruh umat Sayidina Muhammad SAW. Kini tinggallah kita mengikat dan memasukinya dari pintu-pintunya yang luas. Milikilah ikatan dengan Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi dengan ilmu, masuklah ke dalam daerah beliau dengan meneladani, dan bersahabatlah dengan mencintai beliau, mencintai anak cucu turunannya, Habib Abdullah, Habib Muhammad, Habib Ahmad, Habib Alwi, Hababah Khodijah, Habib Umar Mulachela, Habib Abdulkadir Mulachela, Habib Muhammad Anis, semoga rahmat Allah atas mereka semua. Mereka semua telah melalui kehidupan di dunia ini dengan selamat. anak turunan beliau dan sa
Orang-orang yang memiliki ikatan dengan beliau, masuk ke dalam daerah beliau, bersahabat dengan beliau, akan memiliki kedekatan yang berbeda-beda di akhirat nanti. Orang yang menjalin ikatan itu dengan ilmu, meneladani, dan sangat mencintai Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi tidaklah sama dengan orang yang mencintai beliau dari jauh dan jarang mendengar berita tentang beliau, tidak sama pula dengan orang yang hanya beberapa bulan sekali atau bahkan beberap tahun sekali mendengar berita tentang beliau. Orang yang lebih sibuk dengan orang-orang lain tentu bagiannya tidak sama dengan orang yang menghabiskan waktunya untuk mengenang kehidupan dan pekerti beliau.
Orang yang makrifat dan cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya lebih banyak, maka makrifat dan cintanya kepada Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi pun akan lebih kuat. Rasulullah SAW bersabda:
“Ada tiga hal yang barangsiapa memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman, (pertama) yaitu Allah dan rasul-Nya lebih ia cintai dari segala sesuatu yang lain.”
Berkat cahaya mereka, cermin pecinta mereka menjadi bersih berkilauan. Alangkah bahagianya orang yang benar-benar cinta dan teguh dalam mengikuti langkah mereka. Allah tidak kikir untuk memberi minuman yang membuatnya dapat merasakan manisnya iman, masuk dalam lingkungan ihsan, tinggal dalam istana Allah dan memperoleh limpahan karunia Allah Maha Pemberi. Ya Allah, jangan haramkan kami untuk mereguk minuman itu. Jangan haramkan kami untuk memasuki lingkungan mereka, berkat rahmat-Mu, wahai Tuhan Yang Maha Pengasih dari semua yang kasih, berkat kemurahan-Mu, wahai yang Maha Pemurah dari semua yang pemurah.
Wahai yang menginginkan bagian, wahai yang menginginkan pemberian, cukup sudah umurmu kau lewatkan dalam kelalaian, cukup sudah umurmu berlalu dalam serba kekurangan, cukup sudah umurmu berlalu tanpa memperoleh dzauq para sholihin, cukup..., cukuplah sudah! Masuklah bersama mereka yang masuk. Hadirkanlah hati kalian bersama mereka yang hadir hatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar